Pendakian Gunung Argopuro 3088 mdpl

Dalam rangka mengisi liburan hari raya kami tim dampal & rombongan sirkus kembali melakuan pendakian, gunung yang kami daki kali ini adalah gunung argopuro. Gunung argopuro terletak diantara tiga kabupaten yaitu probolinggo jember dan bondowoso. Untuk mendaki gunung Argopuro diperlukan persiapan mental dan fisik yang prima serta perbekalan yang cukup karena rute yang kita pilih adalah Baderan, Baderan adalah jalur pendakian terpanjang diantara gunung-gunung sepulawa jawa dengan waktu tempuh 22 jam untuk naik dan 14 jam untuk turun, tergantung fisik dan cuaca. Titik awal pemberangkatan kami adalah statsion pasar senen Jakatra menuju statsion pasar turi Surabaya dan jumlah anggota yang ikut adalah sembilan orang yaitu Yayan, Nung, Abu meru/acong, Muhid, Mukhlas, Siska, Anggi dan Ayu, dan saya sendiri. Siska dan Mukhlas sudah lebih dulu berangkat dan menunggu diterminal Bungur asih Surabaya dan lagi-lagi Jamud tidak ikut padahal kami merindukan bau keringatmu sewaktu naik gunung , kawan.

12 september 2010

Sesampainya dipasar turi Surabaya kemudian ke terminal bungur asih dan disana Siska dan Mukhlas sudah menunggu, perjalanan kami lanjutkan menuju Probolinggo dan kemudian keBesuki salah satu kecamatan yang berada dikabupaten Situbondo sesampainya dibesuki dilanjut menuju Baderan dengan angkutan pedesaan. Setelah selesai mengurus perizinan pendakian kami bermalam dibasecamp Baderan karena setiba disana waktu sudah menujukan pukul 18:00 dan kami sepakat untuk tidak melakukan pendakian dimalam hari.

13 september 2010

Bangun jam 04:00 sarapan pagi dan salat subuh mengecek kembali barang bawaan kami dan melakukan packing ulang untuk kenyamanan perjalanan karena ransel kami semua sama-sama penuh. Yayan yang memimpin kami sewaktu berdoa untuk keselamatan kami, tampak sedang berkomat kamit dan sesekali bersuara lantang bak seorang prajurit yang akan pergi kemedan perang.

Target kami dihari pertama adalah cikasur, dengan menyusuri area perkebunan selama kurang lebih 4 jam setelah melewati perkebunan kemudian memasuki hutan hujan tropis yang mulai menanjak ketimbang rute awal diperkebunan. Jam 11:30 kami sampai diHM 17 atau mata air dan sumber mata air terdapat disebelah kiri jalur pendakian dan disebelah kanan jalur terdapat area camp kira-kira cukup untuk tiga tenda dan disini kami bertemu Arif dan Tomi yang keduanya berasal dari Probolinggo, dan mereka berdua mendahului kami untuk menuju cikasur, dan cikasur yang menjadi target kami dihari pertama ternyata tidak tercapai ditengah perjalanan sebelum memasuki kawasan sembilan bukit penyesalan kami menghentikan perjalanan karena waktu sudah menujukan pukul 16:30 dan t idak akan mungkin sampai dicikasur sebelum gelap dan sebagian dari kami sudah ada yang kelelahan, tampang cemberut sempat menghiasi wajahku beberapa saat serta memikirkan waktu yg terbuangpun mengisi otakku tetapi perjalanan ini bukan sekedar soal puncak argopuro tapi ini soal teman disamping kita sebab kebersamaan serta keberadaaan mereka lebih penting ketimbang keberhasilan mencapai puncak.

Setelah tenda berdiri kami mengeluarkan kompor dan nesting dan para wanita mulai membelah dan mengiris labuh pemberian seorang penduduk desa untuk makan malam dan seperempat bungkus tembakau linting untuk kami hisap. Keramah tamahan yang tulus dan senyumnya yang polos dari para penduduk desa Baderan sebuah desa yang terpencil yang tentram dan damai serta berhawa sejuk yang berada ditimur laut gunung Argopuro yang sedang mengolah ladang perkebunannya seolah-olah memberi semangat kepada kami agar kami terus berjuang untuk mencapai puncak gunung Argoporo. Secuil nasi dan oseng-oseng labuh bikinan cewe-cewe yang selalu kami ganggu dengan bualan-bualan kami yang konyol tapi mereka tetap tersenyum walaupun kuping mereka selalu kami cekoki dengan ocehan-ocehan kami yang garing, dan Abu yang ga mau kalah dengan cewe-cewe mulai membuka nasting dan menggoreng ikan teri , Muhid dan mukhlas M2M dari Bekasi juga sibuk dengan nastingnya yang sedang menggoreng kentang dan mereka berdua selalu mengetuk tenda kami dan menyodorkan teh hangat setiap pagi, makasih sobat kalian berdua memang solid. Walaupun sedikit hidangan itu cukup menutupi lambungku yang sudah mulai main orkes sejak tadi sore, saat seperti inilah yang tidak mungkin kami lupakan rasa persahabatan dan kebersamaan terjalin diantara kami dan mengingat masih jauhnya sisa perjalanan, kami harus tetap saling mendukung satu sama lain agar bisa terus bersama-sama untuk menapakan kaki dipuncak Argopuro

14 september 2010

Pukul 04:00 terbangun oleh suara obrolan dan candaan yang berasal dari tenda wanita yang sedang menyiapkan sarapan dan juga mukhlas yang menyeduh teh hangat.

Setelah beres sarapan dan membongkar tenda serta packing ulang perjalanan kami lanjutkan dengan rute yang terus menanjak sesekali turun kemudian menajak lalu turun lagi kadang datar najak dan turun lagi, rute yang menajak curam dan terjal serta licin akibat diguyur hujan sewaktu kami turun dihari terakhir pendakian ketika kami menuju taman hidup lalu menuju Bremi memang benar-benar menyiksa dan menguras tenanga bahkan ada sebagian teman-teman yang turun menggunakan bokongnya untuk tumpuan lalu kemudian meluncur terjun bebas layaknya liburan keluarga diakhir pekan yang sedang berkunjung ke wotherboom dan sebagian dari rute disepanjang jalur pendakian gunung Argopuro terdapat ilalang setinggi dua meter tepatnya antara cisentor dan cisinyal ketika kami melewatinya kami seperti seekor tikus yang terjebak dalam tumpukan jerami yang mencoba keluar untuk bebas, setelah sebelumnya melewati hamparan datar seperti alun-alun dan jalur pun tidak tampak jelas terlihat, dan rute yang landai pun tidak selamanya ramah karena disisi kanan dan kiri terdapat tumbuhan penyengat yang bernama girardinta palmata dan urtica bulata [latin] yang tumbuh diantara rerimbunan semak-semak dan teman-teman menyebut tumbuhan ini dengn nama tareptep, jelatang sampai jancokan tapi saya menyebut tumbuhan ini dengan nama tumbuhan genit sekali gores langsung merinding, tidak percaya coba saja sendiri dijamin semalaman tidak akan bisa tidur karena bagian tubuh yang terkena akan gatal, pedih dan panas yang efeknya akan terus terasa hingga 10 jam.

Kawasan sembilan bukit penyesalan memang naik turun dan sesekali datar lintasan mulai landai ketika kami menjumpai vegetasi padang ilalang yang membentuk alun-alun, kami berhenti sebentar untuk minum dan berfoto-foto. Banyak sekali lahan yang landai yang kami jumpai yang berupa alun-alun sewaktu kami menuju cikasur. Pukul 10:00 kami sampai dicikasur, cikasur adalah sebuah alun-alun yang besar dan sangat luas yang dikelilingi tumbuhan pinus dan terdapat sungai yang jernih serta dingin yang banyak ditumbuhi salada air. Disini kami bertemu kembali dengan Arif dan tomi yang semalam bermalam disini yang sudah beres membongkar tenda dan mulai packing ulang dan kemudian mereka berlalu untuk menuju cisentor,dan kami membongkar nesting memetik salada air untuk makan siang, Siska dan Anggi yang sengaja membawa bumbu pecel dari rumah dan berniat bikin pecel salada air, hmmm.......benar-benar bikin lahap makan kami. Indahnya cikasur dan nikmatnya nasi pecel menambah semangat kami untuk terus mendaki, setelah beberapa menit kami meninggalkan cikasur untuk menuju cisentor Abu yang beruntung melihat segerombolan babi hutan karen memang dikawasan ini banyak terdapat hewan liar seperti merak, ayam hutan, babi hutan dan rusa, sesekali aku juga mendengr suara ayam hutan yang berkotek-kotek kelihatanya mereka mau kawin atau mau bertelur atau mungkin juga kaget karena kedatangan kami aku juga tidak tahu yang jelas suara mereka lebih dari satu ekor dan aku juga banyak melihat kubangan dan jejak babi hutan yg masih baru ataupun yang sudah lama serta mencium bau kambing dari semak-semak yang rimbun dan aku mencurigai itu sarang babi hutan tetapi aku tidak mendekatinya. Lintasan menuju cisentor relatif landai dan pukul 17:00 kami sampai dicisentor dan lagi-lagi bertemu bang Arif dan Tomi yang sudah sampai dicisentor sejak pukul 2 siang. Kembali kami memasang tenda dan makan nasi pecel yang dibawa dari cikasur.

Cisentor merupakan titik temu antara jalur Bremi dengan Baderan yang dibatasi oleh sungai yang jernih dan deras.Berhubung kami tidak ingin membuka lahan baru untuk mendirikan tenda supaya lingkungan sekitar tetap utuh terjaga dan alami, dengan rasa was-was yang seolah-olah menantang alam kami terpaksa mendirikan tenda tepat dipinggir sungai yang oleh para pendaki manapun sangat tidak dianjurkan karena sewaktu-waktu air bah bisa datang kapan saja yang siap menyeret dan menghanyutkan kami, tapi dari pada kami harus gelar matras lesehan diluaran dan digigit suhu dingin dan badan akan terbujur kaku dipagi hari karena semalaman akan terus ditiup angin dingin yang kejam yang tidak punya rasa belas kasihan, karena jauh didalam hutan diatas gunung tenda adalah satu-satunya tempat yang paling nyaman untuk berlindung. Karena dilahan yang landai yang berada diatas kami sudah tidak ada tempat lagi untuk mendirikan tenda karena sudah ada sembilan tenda yang berdiri baik tepat didepan pos maupun diatas pos. Kesembilan tenda itu adalah tenda-tenda para pendaki yang naik dari Bremi dan Baderan baik yang sudah menuju puncak ataupun yang baru sampai dicisentor.

Berniat menuju puncak pukul 03:00 dini hari akhirnya ngaret dua jam menjadi jam 05:00 dan lintasan masih tetap landai memasuki hutan pinus dan dikanan kiri banyak ditumbuhi pohon edelweiz sampai rawa embik, rawa embik merupakan padang ilalang dan terdapat pula mata air disisi kanan lintasan, konon katanya dulu rawa embik adalah lahan yang hijau dan berair tempat mengembalakan kambing-kambing yang kemudian diambil dagingnya untuk kebutuhan Dewi Rengganis pada masa kerajaan Brawijaya. Ditempat ini Abu kembali melihat seekor babi hutan yang berukuran besar yang katanya melintas didepannya dengan cueknya,selepas rawa embik jalur mulai menajak dan banyak ditumbuhi pohon-pohon edelweiz yang sedang berbunga tetapi belum sepenuhnya mekar dan jalur mulai landai kembali karena melewati padang ilalang yang ditengah-tengahnya ditumbuhi edelweiz kemudian kembali memasuki hutan dan berujung alun-alun kecil yang disebut alun-alun , Ayu yang berjalan tertatih-tatih sambil menahan rasa sakit perut yang dideritanya ketika menuju puncak tetapi tidak menujukan tanda-tanda kalau dia mengeluh dia pasti lebih menderita dari pada kami tetapi dia tidak mundur sedikitpun tekatnya yang besar mengalahkan rasa sakitnya, salut! dan sorot matanya seakan-akan berkata kepada kami “jangan cemaskan aku, teman! aku bisa melewati ini semua" dan pukul 09:00 kami sampai dipuncak tertinggi gunung Argopuro dengan ketinggian 3088 mdpl .

Lelahnya berhari-hari mendaki dengan menempuh jarak yang jauh, dinginya cikasur dan cisentor serta kuku jempol kakiku yang copot tergantikan dengan lunas dengan berdiri dipuncak tertinggi gunung Argopuro dengan menikmati keindahan alam sekitar jauh dari atas sambil makan agar-agar bikinan Nung yang dibuat sejak tadi malam dan buah apel yang dibawa muhid. Dipuncak tertinggi terdapat tumpukan-tumpukan batu yang menyerupai bekas ruangan-ruangan kompleks candi yang sudah rusak dan tidak terawat dan seratus meter dibawah puncak paling tinggi terdapat kawah mati dan dua buah bangunan yang menyerupai dan mirip dengan kuburan karena dilengkapi dengan batu nisan.

Menurut sejarahnya puncak tertinggi gunung Argopuro adalah tempat tinggal dewi Rengganis salah satu selir dari Prabu Brawijaya yang dibangun layaknya sebuah kraton lengkap dengan dayang-dayang dan para ponggawanya supaya sang Dewi merasa betah (by Pandi/Jul Scooterist).